Spoilerfor GOOD
NEWS:
TEMPO.CO,
Jakarta - Kurikulum baru 2013 turut mengubah sistem pendidikan untuk
setingkat sekolah menengah atas. Menurut Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan M. Nuh, pelajar SMA tidak lagi dibingungkan dengan adanya
penjurusan eksakta, sosial, maupun bahasa. "Anak-anak akan dibebaskan
memilih pelajaran yang disukai," kata Nuh ketika ditemui di kantornya,
Kamis, 6 Desember 2012.
Menurut Nuh, pendidikan di sekolah lebih baik tidak ada spesialisasi. Alasannya, fakta di lapangan untuk mencari kerja atau meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya tidak ada syarat berasal dari lulusan IPA, IPS, maupun bahasa. "Anak IPS bisa masuk teknik, anak IPA bisa masuk ekonomi, asal lulus ujian masuk," kata Nuh.
Penjurusan, menurut Nuh, kadang menimbulkan bentuk diskriminasi. Ia menuturkan ada stigma khusus untuk jurusan tertentu yang menimbulkan kemudahan atau hambatan bagi jurusan lain. Misalnya, untuk anak lulusan IPA dianggap lebih pintar dan bisa masuk ke semua jurusan, sedangkan IPS dan Bahasa dianggap tidak mampu.
Dengan kurikulum baru ini, Nuh yakin tidak khawatir ada mata pelajaran yang kosong karena pelajar bisa memilih sesuai yang diminati. "Banyak siswa yang ambil mata pelajaran x, tapi sedikit yang ambil mata pelajaran y, itu terserah," kata Nuh. Namun, ia tetap meyakinkan ada mata pelajaran wajib yang masih harus diambil setiap pelajar SMA dan sederajat.
Kurikulum baru akan mulai diperlakukan tahun ajaran baru 2013/2014. Beberapa mata pelajaran dilebur dengan yang lain, dibuat lebih integrasi dan holistik. Untuk mata pelajaran SD yang semula 10 menjadi 6, sedangkan SMP dari 12 menjadi 10. DI lain pihak, pelajar SMA dibebaskan memilih pelajaran yang disukai. Metode pengajaran dibuat untuk merangsang keaktifan siswa. Diharapkan kurikulum pendidikan baru ini dapat menjawab tantangan zaman.
Menurut Nuh, pendidikan di sekolah lebih baik tidak ada spesialisasi. Alasannya, fakta di lapangan untuk mencari kerja atau meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya tidak ada syarat berasal dari lulusan IPA, IPS, maupun bahasa. "Anak IPS bisa masuk teknik, anak IPA bisa masuk ekonomi, asal lulus ujian masuk," kata Nuh.
Penjurusan, menurut Nuh, kadang menimbulkan bentuk diskriminasi. Ia menuturkan ada stigma khusus untuk jurusan tertentu yang menimbulkan kemudahan atau hambatan bagi jurusan lain. Misalnya, untuk anak lulusan IPA dianggap lebih pintar dan bisa masuk ke semua jurusan, sedangkan IPS dan Bahasa dianggap tidak mampu.
Dengan kurikulum baru ini, Nuh yakin tidak khawatir ada mata pelajaran yang kosong karena pelajar bisa memilih sesuai yang diminati. "Banyak siswa yang ambil mata pelajaran x, tapi sedikit yang ambil mata pelajaran y, itu terserah," kata Nuh. Namun, ia tetap meyakinkan ada mata pelajaran wajib yang masih harus diambil setiap pelajar SMA dan sederajat.
Kurikulum baru akan mulai diperlakukan tahun ajaran baru 2013/2014. Beberapa mata pelajaran dilebur dengan yang lain, dibuat lebih integrasi dan holistik. Untuk mata pelajaran SD yang semula 10 menjadi 6, sedangkan SMP dari 12 menjadi 10. DI lain pihak, pelajar SMA dibebaskan memilih pelajaran yang disukai. Metode pengajaran dibuat untuk merangsang keaktifan siswa. Diharapkan kurikulum pendidikan baru ini dapat menjawab tantangan zaman.
Nice job
tapi buat gw
Spoilerfor oh damn:

Quote:Original Posted By genkigama ►
Kalau menurut saya sih untuk jaman sekarang ini lebih penting kepada pelajaran moral. Banyak sekali bimbingan2an belajar yang hanya mengajarkan tentang pelajaran untuk otak. Tapi hampir tidak ada yang mengajarkan tentang moral. Sepinter apapun orang, tapi kalau moralnya jongkok maka orang itu tidak akan berguna. Seperti halnya para pejabat2 kita ini.
INI BARU BENER

Quote:Original Posted By edomaru ►
diskriminasi yeah
di SMA gw IPA nya cuma 2 kelas, IPS nya 6 kelas
kenapa ipa jadi minoritas, digw mayoritas ipa

Quote:Original Posted By aryseger ►
mantap gan
paradigma pendidikan emang harus dirubah
karena di seluruh dunia indonesia menjadi satu2nya negara dengan jumlah mata pelajaran terbanyak...
kalo dengan perubahan kek gini seh mantap gan..,
yoi di indonesia sistem penilaian masih secara kuantitatif, seakan murid itu seperti robot, akan lebih baik sistem penilaian secara kualitatif, kata guru gw sih gitu










0 komentar:
Posting Komentar